-->

CERITA MENGENANG BAPAK A.T. MAHMUD

Caraterbaruku - Satu hari setelah gerimis, dengan mengendarai sepeda motor, seseorang bapak menjemput anaknya yang pulang sekolah. Sang anak duduk di jok belakang. Hawa bersih serta cerah, ban motor menggilas jalanan yang basah. Sesudah melalui Pasar Cikini, motor berbelok ke Jalan Surabaya serta memotong rel kereta api, lantas datang di jembatan Pasar Rumput. Waktu ada diatas jembatan itu, sekalian menunjuk langit, sang anak berteriak, “Pelangi!”

 CERITA MENGENANG BAPAK A.T MAHMUD 

CERITA MENGENANG BAPAK A.T. MAHMUD
Bapak itu ialah A.T. Mahmud, serta anaknya bernama Rika. Sebelum meneruskan perjalanan ke Jalan Guntur ke arah Jalan Halimun, sang bapak yang ingin tahu melambatkan motornya. Benar saja, dia lihat pelangi di langit yang bersih, melengkung indah, membumbung 1/2 lingkaran.

“Perhatian Rika tidak diduga pada pelangi di dalam keramaian lalu-lintas, menemani pikiran serta perasaan saya. Kenapa ia tertarik pada pelangi? Dimana ia sempat lihat pelangi? Apakah yang ingin dikatakannya? Mungkin pelangi sempat disaksikan atau dikenalnya pada pelajaran menggambar saat guru memerintah menggambar pelangi di sehelai kertas. Saat ini, Rika lihat pelangi di langit yang luas. Demikian besar memiliki bentuk demikian jelas warnanya,” catat A.T. Mahmud dalam memoarnya yang berjudul A.T. Mahmud Melalui Pelangi (2003).

Dari momen itu lalu lahir lagu anak-anak berjudul “Pelangi” yang sampai saat ini sudah didengarkan oleh beberapa ribu atau juta-an anak-anak Indonesia. A.T. Mahmud sudah memperkenalkan kejadian alam itu dengan simpel, sekaligus juga memperkenalkan keyakinan pada Tuhan semenjak awal.

Hikayat Satu Nama 

Dilahirkan di Kampung 5 Ulu Kedukan Anyar, Palembang, pada 3 Februari 1930, nama kecil A.T. Mahmud ialah Abdullah serta biasa di panggil Dola, tetapi biasanya justru di panggil Totong. Putra dari pasangan Masayu Aisyah serta Masagus Mahmud itu ialah anak ke lima dari sepuluh bersaudara.

Nama Abdullah atau Dola lalu menghilang. Nama itu akhir kali terdaftar pada jaman Jepang, persisnya pada tahun 1945 waktu dia sekolah di Sjoeritsoe Mizoeho Gakoe-en. Pada ijazah yang dikeluarkan oleh sekolah tercatat “Masagus Abdoellah Mahmoed”.

Sesudah itu panggilan setiap harinya cuma Totong, baik di dalam rumah, di kampung, ataupun di kelompok rekan sekolahnya. Bahkan juga pada 1950 waktu dia lulus dari SMP, di ijazah tercatat nama Totong Mahmoed.

Dalam satu mini biografi berjudul A.T. Mahmud: Pencipta Lagu Anak-anak yang diatur oleh Tata Danamiharja, dijelaskan jika nama Totong konon datang dari keluarga Sunda sebagai tetangga orang-tua A.T. Mahmud waktu dia masih tetap bayi. Sekalian menggendong serta menimang si bayi, beberapa orang Sunda itu sering berucap, “… tong! … Otong!” Perkataan itu didengar ibunya seperti bunyi “Totong”. Semenjak itu ibunya lalu memanggilnya “Totong”. Di masa datang nama selengkapnya jadi Abdullah Totong Mahmud, serta biasa dipersingkat jadi A.T. Mahmud.

Karir Sebelum Jadi Pencipta Lagu 

A.T. Mahmud sebelumnya belajar di Sekolah Rakyat waktu tinggal di Sembilan Ilir. Sesudah usianya 7 tahun, dia geser ke ke Hollandse Indische School (HIS) 24 Ilir. Di sekolah ini dia pertama-tama belajar membaca notasi angka. Satu perihal yang lumayan lama ingat dalam pikirannya ialah langkah gurunya memperkenalkan posisi suara. Dari do rendah sampai do tinggi, gurunya menggunakan beberapa kata “do-dol-ga-rut-e-nak-ni-an”. Serta waktu mengubah suara tinggi ke suara rendah, beberapa katanya jadi, “e-nak-ni-an-do-dol-ga-rut”.

Sesudah beberapa murid kuasai tinggi-rendah posisi suara dengan baik, naik serta turun, lewat latihan dengan beberapa kata, baru gurunya ganti beberapa kata itu dengan notasi angka. Lalu murid-murid dikasih nyanyian baru dengan komplet untuk dipelajari.

Waktu Jepang menempati Indonesia, dia masih tetap duduk di kelas V HIS serta mesti geser ke Muaraenim. Di kota ini dia masuk di sekolah Jepang sisa HIS serta mulai belajar sandiwara serta musik. Di Muaraenim ikut dia berteman dengan Ishak Mahmuddin, seseorang anggota orkes yang populer di kota itu.

Ishak mengajarinya main saksofon, gitar, ukulele, serta bass, ikut membimbingnya mengarang lagu. Atas ajakan Ishak ikut dia masuk dengan group orkes itu yang seringkali tampil di acara-acara perkawinan, sunatan, serta hajatan yang lain.

“Ishak Mahmudin ialah orang pertama yang mengajari saya bermain gitar seputar tahun 1943 di kota Muaraenim, sekaligus juga memperkenalkan saya di dunia musik. Ia ialah pemusik serta salah seseorang pencipta lagu Sumatera Selatan yang sudah memberi pengaruhnya pada saya dalam soal membuat lagu,” catat A.T. Mahmud dalam pengantar buku Pustaka Suara: 230 Lagu Anak-anak (2008)

Waktu revolusi yang selalu mendidih menuntutnya untuk ikut masuk ke barisan kombatan Tentara Pelajar serta sudah sempat terkena razia tentara Belanda. Akan tetapi sebab Belanda tidak mempunyai cukuplah bukti atas perjuangannya, bersama dengan lima orang kawannya dia dilepaskan.

Sesudah Belanda mengaku kedaulatan, keadaan berangsur normal, serta dia bisa ikuti ujian akhir SMP pada Agustus 1950 serta dikatakan lulus. Sebab ketiadaan dana, dia tidak dapat selekasnya melanjanjutkan pendidikan. Pada akhirnya atas ajakan Masagus Alwi, pamannya, dia kerja dalam suatu bank punya Belanda yang masih tetap beroperasi sebab masih juga dalam waktu perubahan.

Walau kerja serta telah berpenghasilan sendiri, tetapi dorongan untuk meneruskan sekolah masih tinggi. Dia pada akhirnya berhenti kerja dari bank serta mendaftarkan menjadi siswa Sekolah Guru sisi A (SGA). Saat tiga tahun dia belajar di sekolah itu serta sudah sempat mengarang satu lagu yang dibikin untuk ibunya.

Sesudah lulus, dia mengajar di SGB Tanjungpinang. Di kota berikut dia berjumpa dengan calon istrinya. Warsa 1956 dia geser ke Jakarta untuk meneruskan pendidikan di jurusan Bahasa Inggris. Dua tahun lalu dia menikah serta istrinya ikut dibawa ke Jakarta.

Sesudah mengakhiri waktu belajar di jurusan Bahasa Inggris, dia ditugaskan di SGA Jalan Setiabudi, Jakarta Selatan. Tidak lama sesudah ditugaskan, atas cost dari Colombo Rencana, dia kuliah di University of Sydney, Australia, untuk mendapatkan sertifikat mata kuliah The Teaching of English as A Foreign Language.

Pulang dari Australia pada 1963, dia meneruskan pendidikan ke Fakultas Keguruan Pengetahuan Pendidikan Jakarta. Pada tahun ini juga dia dipindahtugaskan ke Sekolah Guru Taman Kanak-kanak (SGTK) di Jalan Halimun, Jakarta Selatan.

Kecintaannya pada musik, terpenting membuat lagu anak-anak, mendapatkan tempat di SGTK. Dia lantas akan memutuskan untuk tekuni musik serta tinggalkan
Satu hari setelah gerimis, dengan mengendarai sepeda motor, seseorang bapak menjemput anaknya yang pulang sekolah. Sang anak duduk di jok belakang. Hawa bersih serta cerah, ban motor menggilas jalanan yang basah. Sesudah melalui Pasar Cikini, motor berbelok ke Jalan Surabaya serta memotong rel kereta api, lantas datang di jembatan Pasar Rumput. Waktu ada diatas jembatan itu, sekalian menunjuk langit, sang anak berteriak, “Pelangi!”

Bapak itu ialah A.T. Mahmud, serta anaknya bernama Rika. Sebelum meneruskan perjalanan ke Jalan Guntur ke arah Jalan Halimun, sang bapak yang ingin tahu melambatkan motornya. Benar saja, dia lihat pelangi di langit yang bersih, melengkung indah, membumbung 1/2 lingkaran.

“Perhatian Rika tidak diduga pada pelangi di dalam keramaian lalu-lintas, menemani pikiran serta perasaan saya. Kenapa ia tertarik pada pelangi? Dimana ia sempat lihat pelangi? Apakah yang ingin dikatakannya? Mungkin pelangi sempat disaksikan atau dikenalnya pada pelajaran menggambar saat guru memerintah menggambar pelangi di sehelai kertas. Saat ini, Rika lihat pelangi di langit yang luas. Demikian besar memiliki bentuk demikian jelas warnanya,” catat A.T. Mahmud dalam memoarnya yang berjudul A.T. Mahmud Melalui Pelangi (2003).

Dari momen itu lalu lahir lagu anak-anak berjudul “Pelangi” yang sampai saat ini sudah didengarkan oleh beberapa ribu atau juta-an anak-anak Indonesia. A.T. Mahmud sudah memperkenalkan kejadian alam itu dengan simpel, sekaligus juga memperkenalkan keyakinan pada Tuhan semenjak awal.

Hikayat Satu Nama 

Di lahirkan di desa 5 Ulu Kedukan Anyar, palembang, pada 3 Februari 1930, nama kecil A.T. Mahmud ialah Abdullah serta biasa di panggil Dola, tetapi biasanya justru di panggil Totong. Putra dari pasangan Masayu Aisyah serta Masagus Mahmud itu ialah anak ke lima dari sepuluh bersaudara.

Nama Abdullah atau Dola lalu menghilang. Nama itu akhir kali terdaftar pada jaman Jepang, persisnya pada tahun 1945 waktu dia sekolah di Sjoeritsoe Mizoeho Gakoe-en. Pada ijazah yang dikeluarkan oleh sekolah tercatat “Masagus Abdoellah Mahmoed”.

Sesudah itu panggilan setiap harinya cuma Totong, baik di dalam rumah, di kampung, ataupun di kelompok rekan sekolahnya. Bahkan juga pada 1950 waktu dia lulus dari SMP, di ijazah tercatat nama Totong Mahmoed.

Dalam satu mini biografi berjudul A.T. Mahmud: Pencipta Lagu Anak-anak yang diatur oleh Tata Danamiharja, dijelaskan jika nama Totong konon datang dari keluarga Sunda sebagai tetangga orang-tua A.T. Mahmud waktu dia masih tetap bayi. Sekalian menggendong serta menimang si bayi, beberapa orang Sunda itu sering berucap, “… tong! … Otong!” Perkataan itu didengar ibunya seperti bunyi “Totong”. Semenjak itu ibunya lalu memanggilnya “Totong”. Di masa datang nama selengkapnya jadi Abdullah Totong Mahmud, serta biasa dipersingkat jadi A.T. Mahmud.

Karir Sebelum Jadi Pencipta Lagu 

A.T. Mahmud sebelumnya belajar di Sekolah Rakyat waktu tinggal di Sembilan Ilir. Sesudah usianya 7 tahun, dia geser ke ke Hollandse Indische School (HIS) 24 Ilir. Di sekolah ini dia pertama-tama belajar membaca notasi angka. Satu perihal yang lumayan lama ingat dalam pikirannya ialah langkah gurunya memperkenalkan posisi suara. Dari do rendah sampai do tinggi, gurunya menggunakan beberapa kata “do-dol-ga-rut-e-nak-ni-an”. Serta waktu mengubah suara tinggi ke suara rendah, beberapa katanya jadi, “e-nak-ni-an-do-dol-ga-rut”.

Sesudah beberapa murid kuasai tinggi-rendah posisi suara dengan baik, naik serta turun, lewat latihan dengan beberapa kata, baru gurunya ganti beberapa kata itu dengan notasi angka. Lalu murid-murid dikasih nyanyian baru dengan komplet untuk dipelajari.

Waktu Jepang menempati Indonesia, dia masih tetap duduk di kelas V HIS serta mesti geser ke Muaraenim. Di kota ini dia masuk di sekolah Jepang sisa HIS serta mulai belajar sandiwara serta musik. Di Muaraenim ikut dia berteman dengan Ishak Mahmuddin, seseorang anggota orkes yang populer di kota itu.

Ishak mengajarinya main saksofon, gitar, ukulele, serta bass, ikut membimbingnya mengarang lagu. Atas ajakan Ishak ikut dia masuk dengan group orkes itu yang seringkali tampil di acara-acara perkawinan, sunatan, serta hajatan yang lain.

“Ishak Mahmudin ialah orang pertama yang mengajari saya bermain gitar seputar tahun 1943 di kota Muaraenim, sekaligus juga memperkenalkan saya di dunia musik. Ia ialah pemusik serta salah seseorang pencipta lagu Sumatera Selatan yang sudah memberi pengaruhnya pada saya dalam soal membuat lagu,” catat A.T. Mahmud dalam pengantar buku Pustaka Suara: 230 Lagu Anak-anak (2008)

Waktu revolusi yang selalu mendidih menuntutnya untuk ikut masuk ke barisan kombatan Tentara Pelajar serta sudah sempat terkena razia tentara Belanda. Akan tetapi sebab Belanda tidak mempunyai cukuplah bukti atas perjuangannya, bersama dengan lima orang kawannya dia dilepaskan.

Sesudah Belanda mengaku kedaulatan, keadaan berangsur normal, serta dia bisa ikuti ujian akhir SMP pada Agustus 1950 serta dikatakan lulus. Sebab ketiadaan dana, dia tidak dapat selekasnya melanjanjutkan pendidikan. Pada akhirnya atas ajakan Masagus Alwi, pamannya, dia kerja dalam suatu bank punya Belanda yang masih tetap beroperasi sebab masih juga dalam waktu perubahan.

Walau kerja serta telah berpenghasilan sendiri, tetapi dorongan untuk meneruskan sekolah masih tinggi. Dia pada akhirnya berhenti kerja dari bank serta mendaftarkan menjadi siswa Sekolah Guru sisi A (SGA). Saat tiga tahun dia belajar di sekolah itu serta sudah sempat mengarang satu lagu yang dibikin untuk ibunya.

Sesudah lulus, dia mengajar di SGB Tanjungpinang. Di kota berikut dia berjumpa dengan calon istrinya. Warsa 1956 dia geser ke Jakarta untuk meneruskan pendidikan di jurusan Bahasa Inggris. Dua tahun lalu dia menikah serta istrinya ikut dibawa ke Jakarta.

Sesudah mengakhiri waktu belajar di jurusan Bahasa Inggris, dia ditugaskan di SGA Jalan Setiabudi, Jakarta Selatan. Tidak lama sesudah ditugaskan, atas cost dari Colombo Rencana, dia kuliah di University of Sydney, Australia, untuk mendapatkan sertifikat mata kuliah The Teaching of English as A Foreign Language.

Pulang dari Australia pada 1963, dia meneruskan pendidikan ke Fakultas Keguruan Pengetahuan Pendidikan Jakarta. Pada tahun ini juga dia dipindahtugaskan ke Sekolah Guru Taman Kanak-kanak (SGTK) di Jalan Halimun, Jakarta Selatan.

Kecintaannya pada musik, terpenting membuat lagu anak-anak, mendapatkan tempat di SGTK. Dia lantas akan memutuskan untuk tekuni musik serta tinggalkan

Lagu Anak yang "Biasa" Saja

Beberapa lagu ciptaan A.T. Mahmud, seperti cerita lagu “Pelangi” diatas, di inspirasi dari tingkah laku anak-anak. Satu waktu waktu dia serta keluarganya sekedar duduk di ruangan tamu saat malam hari, anaknya yang bernama Rika mondar-mandir pada ruangan tamu serta teras rumah. Dia serta istrinya tidak menyimpan berprasangka buruk atas tingkah laku anak itu. Akan tetapi tidak diduga Rika menggandeng tangan bapaknya serta dibawa keluar lantas lihat ke langit. Bulan tengah purnama. “Pak, ambilkan bulan,” pintanya.

“Saya lihat mukanya, lantas ke bulan. Saya terdiam. Nampaknya kaget dengar keinginan ‘aneh’ ini. Peristiwa ini berlalu demikian saja saat malam itu. Namun, keinginan Rika akan bulan tidak gampang saya lupakan,” katanya dalam A.T. Mahmud Melalui Pelangi: Satu Memoar (2003).

Ada perasaan menyesal, mengapa ia tidak menanyakannya pada Rika untuk apakah bulan itu hingga mesti diambil. Dari sana dia tergerak untuk membuat suatu lagu yang kita kenal berjudul “Ambilkan Bulan, Bu”. Kalimat pertama diulangi 2x untuk tunjukkan keunikan anak-anak, yakni bila minta suatu tidak cukuplah sekali.

Dalam proses membuatnya, A.T. Mahmud menjelaskan jika awalnya lagu itu “Ambilkan Bulan, Pak” sebab anaknya minta diambilkan bulan padanya. Akan tetapi lalu dia rasakan ada bunyi yang tidak cocok, yakni bunyi berlalu di akhir frase yang bersisihan, pada bunyi huruf “b” pada “bulan” dengan huruf “p” pada “pak”.

“Bunyi huruf ‘b’ yang pulen berlalu dengan bunyi ‘p’ yang tertutup, membuat saya cukup ‘risi’. Bukankah lebih baik, bunyi berlalu itu jadi, ‘…bulan Bu’. Saya duga demikian. Ditambah lagi biasanya anak-anak lebih dekat pada ibunya. Saya tulis ‘Ambilkan Bulan, Bu’. Lebih enak kan?” imbuhnya.

Waktu tinggal di Kebayoran Baru, dia sering ajak anaknya bermain di Taman Puring yang menyiapkan beberapa wahana permainan anak seperti ayunan, jungkat-jungkit, serta satu lapangan yang cukuplah luas tempat anak-anak bermain lempar bola, kejar-kejaran serta permainan yang lain.

Salah satunya anaknya yang masih tetap berumur 5 tahun, Roike (Ruri Mahmud), suka sekali bermain ayunan. Roike demikian nikmati permainan itu serta dia mengawasi anaknya supaya tidaklah sampai alami kecelakaan. Perasaan Roike serta pesan supaya berhati-hati itu dia tuang ke lagu “Main Ayunan”.

Sesaat lagu “Amelia” di inspirasi dari anak Emil Salim, Menteri Lingkungan Hidup pada saat Orde Baru yang disebut kawannya waktu sekolah di Palembang. Amelia nama anak itu. Seseorang bocah riang, seringkali menanyakan, tidak dapat diam, gesit, serta ingin tahu beberapa hal. Dia menggambarkannya dengan “gadis cilik gesit nian / tidak sempat susah / riang tetap selama hari”.

Menurut A.T. Mahmud seperti diambil Karsono dalam “Proses Kreatif A.T. Mahmud dalam Penciptaan Lagu Anak-anak” (Dewa Ruci: Jurnal Pengkajian & Penciptaan Seni Vol. 7 No. 1, Juli 2011) lagu-lagu karyanya mempunyai inspirasi penciptaan yang bersumber pada tiga perihal: tingkah laku anak-anak, pengalaman waktu kecilnya, serta pesan pendidikan yang ingin dikatakan pada anak-anak. Sumber-sumber inspirasi itu bisa sama-sama merubah tetapi juga dapat berdiri dengan sendiri dalam proses penciptaan lagu.

“Anak-anak banyak menunjukkan sikap ketertarikan, keterkejutan, serta sering berupaya tahu sendiri tentang suatu yang menarik buat dianya. Perasaan ingin tahu anak-anak tampak dari perilakunya yang terlalu lama memerhatikan, atau memakai inderanya untuk mengerti fakta lingkungannya. Baik itu sebatas lihat, sampai menyentuhnya,” tulisnya.

Caraterbaruku A.T. Mahmud, lagu anak-anak ialah lagu yang “biasa” saja, bercerita kehidupan sehari-harinya bocah serta tidak butuh dibawa-bawa ke dunia orang dewasa. Waktu Indonesia alami krisis moneter pada tahun 1997, muncul lagu anak-anak berjudul “Aku Cinta Rupiah”, lagu yang menurut A.T. Mahmud tidak cocok dengan alam pikiran anak-anak.
Related Posts